Penggunaan produk perawatan gigi seperti pasta gigi untuk mengatasi masalah kulit, khususnya jerawat, telah menjadi praktik yang umum di kalangan masyarakat karena ketersediaannya yang mudah dan biaya yang terjangkau.
Fenomena ini muncul dari keyakinan bahwa beberapa bahan aktif dalam pasta gigi dapat memiliki efek pengeringan atau antibakteri yang dianggap bermanfaat untuk meredakan peradangan dan mempercepat penyembuhan jerawat.
Meskipun demikian, penting untuk memahami bahwa pasta gigi tidak dirancang untuk aplikasi dermatologis, dan komposisinya yang kompleks dapat menimbulkan berbagai reaksi kulit yang merugikan.
Tinjauan ini akan membahas persepsi manfaat yang sering dikaitkan dengan penggunaan pasta gigi untuk jerawat, sambil memberikan konteks ilmiah mengenai potensi risiko dan kurangnya dukungan dermatologis.
manfaat odol untuk jerawat
-
Mengeringkan Jerawat
Salah satu klaim utama terkait penggunaan pasta gigi untuk jerawat adalah kemampuannya untuk mengeringkan lesi.
Beberapa pasta gigi mengandung bahan seperti baking soda (natrium bikarbonat) atau kalsium karbonat, yang dikenal memiliki sifat penyerap minyak dan pengering.
Ketika diaplikasikan pada jerawat, bahan-bahan ini dapat membantu mengurangi kelembapan dan minyak pada area tersebut, yang secara visual membuat jerawat tampak lebih kecil atau mengering.
Namun, efek pengeringan ini seringkali bersifat non-spesifik dan dapat menyebabkan kulit di sekitar jerawat menjadi sangat kering, iritasi, atau bahkan terkelupas.
Pengeringan berlebihan justru dapat memicu kulit untuk memproduksi lebih banyak minyak sebagai respons, memperburuk kondisi jerawat atau menyebabkan masalah kulit lainnya seperti dermatitis kontak iritan, sebagaimana dicatat dalam publikasi dermatologi mengenai bahan-bahan iritan.
-
Mengurangi Kemerahan
Beberapa pengguna melaporkan adanya pengurangan kemerahan pada jerawat setelah aplikasi pasta gigi, yang mungkin dikaitkan dengan efek mendinginkan dari bahan seperti mentol atau peppermint.
Sensasi dingin ini dapat memberikan efek menenangkan sementara dan mengurangi persepsi peradangan pada area yang diaplikasikan. Hal ini sering disalahartikan sebagai indikasi bahwa peradangan jerawat sedang mereda secara efektif.
Sebaliknya, bahan-bahan seperti mentol, alkohol, dan deterjen (misalnya Sodium Lauryl Sulfate/SLS) yang umum ditemukan dalam pasta gigi, sebenarnya dapat bertindak sebagai iritan kuat pada kulit sensitif wajah.
Iritasi ini dapat memperparah kemerahan dan peradangan yang sudah ada, atau bahkan menyebabkan kemerahan baru dan ruam, seperti yang dijelaskan dalam jurnal toksikologi dan dermatologi mengenai alergen dan iritan kosmetik.
-
Efek Dingin/Menenangkan
Kandungan mentol atau minyak peppermint dalam pasta gigi dapat memberikan sensasi dingin dan segar saat diaplikasikan pada kulit. Sensasi ini seringkali diinterpretasikan sebagai efek menenangkan atau meredakan nyeri yang terkait dengan jerawat yang meradang.
Perasaan sejuk ini dapat memberikan kenyamanan instan bagi individu yang mengalami ketidaknyamanan akibat jerawat.
Meskipun memberikan sensasi dingin yang menyenangkan, efek ini hanyalah sensasi sementara dan tidak berkontribusi pada proses penyembuhan jerawat yang sebenarnya.
Mentol dan peppermint adalah iritan potensial yang dapat menyebabkan reaksi alergi atau iritasi kulit pada beberapa individu, terutama pada kulit wajah yang lebih tipis dan sensitif, seperti yang didokumentasikan dalam penelitian mengenai alergi kontak terhadap bahan-bahan kosmetik.
-
Sifat Antiseptik Sementara
Beberapa jenis pasta gigi dahulu mengandung triclosan, agen antibakteri yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Kehadiran bahan semacam ini menyebabkan persepsi bahwa pasta gigi dapat membunuh bakteri penyebab jerawat, seperti Propionibacterium acnes (sekarang disebut Cutibacterium acnes).
Keyakinan ini mendorong aplikasi pasta gigi sebagai solusi cepat untuk mengatasi infeksi bakteri pada jerawat.
Namun, penggunaan triclosan dalam produk konsumen telah dibatasi karena kekhawatiran tentang resistensi antibiotik dan potensi efek endokrin.
Selain itu, bahkan jika ada agen antibakteri, konsentrasinya dalam pasta gigi tidak dirancang untuk efektivitas terapeutik pada kulit, dan bahan-bahan lain dalam pasta gigi justru dapat merusak barier kulit, membuat kulit lebih rentan terhadap iritasi dan infeksi lain, sebagaimana dibahas dalam literatur farmakologi dermatologi.
-
Pengelupasan Ringan
Pasta gigi sering mengandung agen abrasif ringan seperti silika atau kalsium karbonat, yang berfungsi untuk membersihkan plak pada gigi.
Beberapa orang percaya bahwa sifat abrasif ini dapat membantu mengangkat sel kulit mati dan kotoran yang menyumbat pori-pori, mirip dengan fungsi eksfoliator mekanis. Hal ini diharapkan dapat membersihkan pori-pori dan mencegah pembentukan komedo.
Akan tetapi, partikel abrasif dalam pasta gigi umumnya terlalu kasar untuk kulit wajah yang halus dan sensitif.
Pengelupasan yang terlalu agresif dapat menyebabkan mikroluka pada permukaan kulit, merusak barier kulit alami, dan memicu peradangan lebih lanjut.
Kerusakan barier kulit ini dapat memperburuk kondisi jerawat atau bahkan menyebabkan masalah kulit lainnya seperti hiperpigmentasi pasca-inflamasi, sebagaimana diuraikan dalam prinsip-prinsip perawatan kulit yang sehat.
-
Mengurangi Ukuran Jerawat
Persepsi bahwa pasta gigi dapat mengecilkan ukuran jerawat sering muncul setelah aplikasi semalaman, di mana jerawat tampak lebih “kempes” di pagi hari.
Efek ini kemungkinan besar disebabkan oleh dehidrasi dan pengeringan jerawat akibat bahan-bahan seperti alkohol atau agen pengering lainnya yang terkandung dalam pasta gigi. Pengeringan ini memberikan ilusi pengurangan ukuran yang cepat.
Namun, pengurangan ukuran ini bersifat sementara dan tidak mengatasi akar penyebab jerawat.
Selain itu, pengeringan yang intens dapat menyebabkan kulit di sekitar jerawat menjadi kering dan pecah-pecah, memperlambat proses penyembuhan alami dan meningkatkan risiko jaringan parut.
Pendekatan ini tidak sejalan dengan metode pengobatan jerawat yang direkomendasikan oleh ahli dermatologi, yang berfokus pada penanganan peradangan dan regulasi produksi sebum secara seimbang.
-
Penyerap Minyak Berlebih
Beberapa bahan dalam pasta gigi, seperti baking soda dan kalsium karbonat, memiliki kemampuan untuk menyerap kelembaban dan minyak.
Keyakinan ini mendorong penggunaan pasta gigi untuk mengontrol produksi sebum berlebih pada kulit berjerawat, dengan harapan dapat mengurangi kilap dan mencegah penyumbatan pori-pori. Aplikasi pasta gigi dianggap dapat memberikan efek matifikasi sementara pada kulit berminyak.
Meskipun bahan-bahan ini memang dapat menyerap minyak, efeknya pada kulit wajah dapat menjadi bumerang. Penyerapan minyak yang berlebihan dapat mengganggu keseimbangan alami lipid kulit, memicu kelenjar sebaceous untuk memproduksi lebih banyak minyak sebagai respons kompensasi.
Kondisi ini dapat memperburuk masalah jerawat dan menyebabkan kulit terasa kencang serta tidak nyaman, sebagaimana dijelaskan dalam fisiologi kulit manusia.
-
Penghilang Bakteri
Dengan adanya klaim sifat antibakteri pada pasta gigi (terutama pada formula lama yang mengandung triclosan), timbul keyakinan bahwa pasta gigi dapat secara efektif menghilangkan bakteri penyebab jerawat, seperti C. acnes.
Harapannya adalah dengan mengurangi populasi bakteri ini, peradangan jerawat dapat dikendalikan dan penyembuhan dipercepat. Hal ini didasarkan pada pemahaman umum bahwa bakteri berperan penting dalam patogenesis jerawat.
Namun, konsentrasi bahan antibakteri dalam pasta gigi tidak dirancang untuk menargetkan bakteri kulit secara efektif atau spesifik. Lebih lanjut, banyak formula pasta gigi modern telah menghilangkan triclosan.
Bahan-bahan lain yang ada dalam pasta gigi, seperti deterjen dan surfaktan, dapat merusak mikrobioma kulit yang sehat, yang justru penting untuk menjaga kesehatan barier kulit dan melindungi dari patogen.
Penggunaan yang tidak tepat dapat mengganggu keseimbangan ekosistem mikroba kulit, seperti yang diungkapkan dalam studi mikrobioma kulit.
-
Mengandung Fluoride
Fluoride adalah bahan aktif utama dalam pasta gigi yang berfungsi mencegah karies gigi.
Beberapa individu secara keliru mengasumsikan bahwa fluoride memiliki sifat anti-inflamasi atau antibakteri yang dapat membantu mengatasi jerawat, mungkin karena asosiasi dengan kesehatan dan kebersihan.
Asumsi ini seringkali tidak didukung oleh bukti ilmiah langsung terkait pengobatan jerawat.
Faktanya, tidak ada bukti ilmiah yang mendukung peran fluoride sebagai agen terapeutik untuk jerawat. Sebaliknya, fluoride dalam konsentrasi tinggi atau pada individu yang sensitif dapat menjadi iritan kulit.
Beberapa laporan kasus telah mengindikasikan bahwa paparan berlebihan terhadap fluoride dapat menyebabkan jerawat perioral (jerawat di sekitar mulut) pada beberapa individu, meskipun ini adalah kondisi yang relatif jarang dan berbeda dari jerawat vulgaris umum, sebagaimana dibahas dalam literatur dermatologi.
-
Ketersediaan Mudah
Salah satu “manfaat” paling praktis dari pasta gigi adalah ketersediaannya yang sangat mudah di hampir setiap rumah tangga dan toko.
Kemudahan akses ini menjadikannya pilihan “solusi darurat” yang cepat ketika produk perawatan jerawat khusus tidak tersedia atau ketika seseorang mencari penanganan instan untuk jerawat yang tiba-tiba muncul.
Faktor kenyamanan ini sering menjadi pendorong utama di balik popularitasnya sebagai pengobatan rumahan.
Meskipun mudah didapatkan, ketersediaan tidak serta-merta berarti keamanan atau efektivitas. Produk yang mudah diakses harus digunakan sesuai dengan tujuan pembuatannya.
Menggunakan produk untuk tujuan yang tidak dimaksudkan, terutama pada organ sensitif seperti kulit wajah, dapat menimbulkan risiko yang tidak terduga dan seringkali lebih besar daripada manfaat yang diharapkan.
Para ahli dermatologi secara konsisten merekomendasikan penggunaan produk yang diformulasikan khusus untuk kulit.
-
Biaya Terjangkau
Dibandingkan dengan produk perawatan jerawat khusus yang seringkali memiliki harga lebih tinggi, pasta gigi menawarkan alternatif yang sangat ekonomis.
Faktor biaya ini menjadi daya tarik bagi banyak orang yang mencari solusi murah untuk masalah jerawat, terutama jika mereka menghadapi kendala finansial untuk membeli produk dermatologis.
Persepsi bahwa pasta gigi dapat memberikan hasil serupa dengan biaya yang jauh lebih rendah mendorong penggunaannya.
Namun, investasi awal yang rendah dapat berujung pada biaya yang lebih tinggi di kemudian hari jika terjadi iritasi kulit parah, dermatitis kontak, atau perburukan jerawat yang memerlukan intervensi medis.
Produk khusus jerawat telah melalui penelitian dan formulasi yang ketat untuk memastikan efektivitas dan keamanan, yang membenarkan perbedaan harganya.
Mengorbankan keamanan dan efektivitas demi biaya rendah dapat menjadi keputusan yang tidak bijaksana dalam jangka panjang untuk kesehatan kulit.
-
Persepsi Cepat Bertindak
Banyak pengguna melaporkan bahwa pasta gigi memberikan sensasi “bekerja” secara instan, seperti rasa dingin atau pengeringan yang cepat setelah aplikasi. Sensasi ini seringkali disalahartikan sebagai indikasi bahwa pasta gigi sedang secara efektif mengatasi jerawat.
Perasaan perubahan yang cepat ini dapat memberikan kepuasan psikologis dan ilusi penyembuhan yang dipercepat.
Akan tetapi, sensasi cepat ini lebih sering merupakan respons terhadap iritan seperti alkohol atau mentol, bukan indikasi penyembuhan biologis yang sebenarnya.
Proses penyembuhan jerawat membutuhkan waktu dan melibatkan mekanisme biologis kompleks yang tidak dapat dipercepat secara signifikan oleh bahan-bahan iritan.
Efek instan yang dirasakan seringkali bersifat superfisial dan tidak mengatasi peradangan atau bakteri di bawah permukaan kulit, seperti yang dijelaskan dalam patofisiologi jerawat.
-
Mengandung Hidrogen Peroksida (pada beberapa jenis)
Beberapa formula pasta gigi pemutih mungkin mengandung hidrogen peroksida dalam konsentrasi rendah, yang dikenal sebagai agen pemutih dan memiliki sifat antiseptik.
Keyakinan bahwa hidrogen peroksida dapat membantu membunuh bakteri penyebab jerawat dan mengeringkan lesi mendorong penggunaan pasta gigi jenis ini pada jerawat. Hal ini didasarkan pada pengetahuan umum tentang sifat disinfektan hidrogen peroksida.
Meskipun hidrogen peroksida memang memiliki sifat oksidatif yang dapat membunuh bakteri, konsentrasi yang ditemukan dalam pasta gigi tidak cukup efektif untuk pengobatan jerawat dan dapat terlalu keras untuk kulit wajah.
Penggunaan hidrogen peroksida pada kulit dapat menyebabkan iritasi, kemerahan, dan bahkan luka bakar kimia jika konsentrasinya terlalu tinggi atau kulit terlalu sensitif.
Produk yang mengandung hidrogen peroksida untuk jerawat harus diformulasikan khusus dan digunakan dengan hati-hati, seperti peroksida benzoil, yang berbeda secara kimiawi dan formulasi.
-
Mengandung Alkohol
Alkohol, khususnya etanol atau isopropil alkohol, sering ditemukan dalam pasta gigi karena sifatnya sebagai pelarut dan agen antibakteri.
Kehadiran alkohol ini menyebabkan persepsi bahwa pasta gigi dapat bertindak sebagai astringen yang mengeringkan jerawat dan menghilangkan minyak berlebih, mirip dengan toner berbasis alkohol yang populer di masa lalu.
Ini adalah salah satu alasan utama mengapa pasta gigi dianggap dapat “mengeringkan” jerawat.
Meskipun alkohol memang dapat memberikan efek pengeringan instan, penggunaan alkohol pada kulit wajah dapat sangat mengiritasi dan merusak barier lipid alami kulit.
Paparan alkohol yang berulang dapat menyebabkan kulit menjadi sangat kering, bersisik, dan rentan terhadap peradangan kronis.
Hal ini juga dapat memicu produksi minyak berlebih sebagai respons kompensasi, yang pada akhirnya memperburuk kondisi jerawat dan kesehatan kulit secara keseluruhan, sebagaimana dijelaskan dalam penelitian tentang efek alkohol pada barier kulit.
-
Mengurangi Gatal
Sensasi dingin yang dihasilkan oleh mentol atau peppermint dalam pasta gigi dapat memberikan efek pereda gatal sementara pada jerawat yang meradang atau terasa gatal.
Sensasi ini mengalihkan perhatian dari rasa gatal dan memberikan kenyamanan sesaat, yang seringkali diinterpretasikan sebagai manfaat langsung dalam meredakan gejala jerawat. Ini adalah efek paliatif yang seringkali menjadi alasan penggunaan.
Namun, pengurangan gatal ini bersifat superfisial dan tidak mengatasi penyebab gatal yang mendasari, yaitu peradangan.
Faktanya, bahan-bahan iritan dalam pasta gigi justru dapat memicu reaksi alergi atau iritasi yang dapat memperparah rasa gatal atau menyebabkan ruam baru.
Untuk gatal yang terkait dengan jerawat, penanganan peradangan inti dengan agen anti-inflamasi yang tepat lebih dianjurkan daripada mengandalkan sensasi dingin yang bersifat sementara, sebagaimana dibahas dalam manajemen gejala pruritus.
-
Membuat Kulit Terasa Bersih
Aplikasi pasta gigi pada wajah, terutama jika mengandung deterjen seperti Sodium Lauryl Sulfate (SLS), dapat menghasilkan busa yang memberikan sensasi “bersih” atau “kesat” setelah dibilas.
Perasaan kulit yang kesat ini seringkali disalahartikan sebagai indikasi bahwa kulit telah dibersihkan secara mendalam dari minyak dan kotoran penyebab jerawat. Persepsi ini memberikan kepuasan psikologis bagi pengguna.
Namun, sensasi kesat atau “squeaky clean” yang intens seringkali merupakan tanda bahwa barier kulit telah terganggu dan minyak alami yang penting telah terangkat secara berlebihan.
SLS adalah surfaktan yang kuat dan diketahui dapat menyebabkan iritasi serta kekeringan pada kulit, mengganggu fungsi barier kulit.
Kulit yang terlalu kering dan terganggu barier pelindungnya akan lebih rentan terhadap iritasi, infeksi, dan justru dapat memicu peradangan serta produksi minyak berlebih di kemudian hari, seperti yang diuraikan dalam penelitian tentang efek surfaktan pada barier kulit.